Cocofiber merupakan serat dari sabut kelapa yang sudah di proses giling dengan bentuk seperti helai panjang dan umumnya berwarna kuning keemasan atau berwarna coklat. Potensi pendapatan dari bisnis yang berkaitan dengan sabut kelapa mencapai Rp13 triliun per tahun. Namun masih kurang dimanfaatkan karena masyarakat beranggapan sabut kelapa adalah limbah yang harus dimusnahkan, dibuang dan dibakar pada saat musim kemarau. Namun pada kenyataannya Cocofiber berguna menjadi bahan industri yang bernilai ekonomi tinggi.
Coir Indonesia sebagai perusahaan yang memfokuskan bisnisnya pada pengolahan kelapa terintegrasi melalui teknologi terapan dan pengembangan jaringan tentunya menyadari potensi ini. Maka dari itu pada tanggal 18 Februari 2022, Coir Indonesia mengadakan webinar Coconut Day Series 1 – Prospek Industri Serabut Kelapa (Cocofiber) di Indonesia. Webinar ini menghadiri narasumber dari penggiat bisnis cocofiber langsung dari Bapak Cepi Mangkubumi dari Coir Indonesia selaku General Manager dan Bapak Rahman selaku Direktur dari CV Naina Sejahtera. Pengenalan bisnis Cocofiber ini cukup menarik minat untuk melakukan bisnis ekspansi karena pasar tersebar secara lokal dan ekspor.
Menurut Bapak Cepi Mangkubumi kondisi bisnis Cocofiber saat ini dalam kondisi menurun, faktor utamanya adalah karena adanya pandemi dan kendala pengiriman serta banyak produksi barang setengah jadi terutama produk di India yang masih lebih murah dibandingkan di Indonesia. Beberapa daerah juga banyak yang sudah tidak lagi memproduksi Cocofiber karena banyak harga jual yang kurang sesuai dan biaya pengiriman yang masih tinggi. Sama halnya menurut Bapak Rahman dari CV NNS, kendala terbesar eksportir Cocofiber yaitu bukan hanya dari material namun dalam bidang transportasi dan pengirimannya. Meskipun banyaknya kendala tejadi, nyatanya permintaan terhadap produk tetap ada. Sehingga perlu adanya solusi dalam mengatasi hal tersebut yaitu menjalin kerjasama antar perusahaan.
Dipaparkan pula dalam webinar ini bahwa pasar ekspor utama Cocofiber dimiliki 92,4% oleh negara China, hal ini berbeda dengan Cocopeat yang pasarnya lebih luas. Menurut hasil analisa, nyatanya China lebih memiliki minat dan kebutuhan yang besar terhadap produk Cocofiber karena bahan tersebut menjadi salah satu bahan baku pembuatan matras, spring bed dengan bahan matras ternyata banyak diminati di wilayah tersebut. Namun adanya tren ramah lingkungan dan go green dapat menjadi peluang di Indonesia, karena selain matras, Cocofiber juga bisa dimanfaatkan menjadi bentuk kerajinan seperti pot, topi, jok mobil, dan berbagai produk turunan lainnya. Pada dasarnya saat ini bisnis Cocofiber ini dapat digeluti namun membutuhkan pemikiran dan perencanaan yang sangat matang karena memiliki resiko yang besar.
“Cocofiber memang memerlukan investasi yang cukup besar terutama terkait mesin yang membutuhkan kapasitas produksi yang besar. Modal yang dibutukan untuk pabrik Cocofiber juga sangat tinggi. Coco Fiber ini memang merupakan suatu bisnis yang berpeluang namun untuk pasar saat ini lebih berfokus pada luar negeri terutama China” Demikian simpulan yang dikemukakan oleh bapak Rahman dari CV. Naina Sejahtera.
Tentang Coir Indonesia
Didirikan pada tahun 2014, Coir Indonesia (PT Agri Lestari Nusantara) adalah perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang pengolahan kelapa terintegrasi. Sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk mengembangkan produk turunan kelapa, PT Agri Lestari Nusantara bertekad untuk terus mengembangkan produk unggulan dan berkualitas tinggi, bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan serta diterima oleh masyarakat global.
Coconut Day Series 1 – Prospek Industri Serabut Kelapa (Cocofiber) di Indonesia (8/4)